Kamis, 21 April 2011

Indonesia Tanah Air Beta

Tulisan 1/2

Zamrud khatulistiwa, sepotong surga yang jatuh ke dunia, bukan lautan tapi kolam susu, dan masih banyak lagi julukan dan sebutan manis untuk
negeri kita tercinta Indonesia ini. Dari Sabang sampai Merauke tanah air kita ini dianugerahi kesuburan yang luar biasa - tongkat kayu dan batu jadi tanaman kata Koes Plus -. Kandungan di dalam perut buminya pun sangat luar biasa melimpah. Gas alam kita merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Batu bara juga demikian halnya. Tambang emas di Papua adalah no. 1 terbesar di dunia. Belum lagi mineral-mineral berharga seumpama intan berlian yang begitu banyak ditemukan di negeri ini. Lautnya pun tak mau kalah pesona dengan kekayaan biota dan berbagai macam ikan yang menghuninya - ini yang membuat banyak negara tetangga berlomba-lomba untuk mencurinya -. Singkatnya sungguh tanah ini sangat kaya raya. Pertanyaannya, mengapa kita masih menjadi negara miskin yang bahkan sebagian pengamat menyatakan bahwa negeri ini telah berada di pinggir jurang kegagalan, alias negara gagal. Ya, tepat sekali, seperti negara Zimbabwe atau Somalia (?). Mungkin ini terdengar seperti sesuatu yang berlebihan. Tetapi mungkin juga tidak apabila ditinjau dari perbandingan antara kemakmuran dan kekayaan alam yang ada. Untuk ukuran SDA yang ada Indonesia memang amat miskin. Suka atau tidak. Apa yang terjadi sesungguhnya sehingga semua ini kita alami ?
Reformasi yang dimotori oleh mahasiswa dengan pengorbanan raga bahkan jiwa pada tahun 1998 tidak membawa bangsa ini menuju cita-cita gerakan itu semula. Yang kita rasakan kini adalah bahwa Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang semakin menggila dan menggurita dan merajalela. Kalangan yang pro akan "kebersihan" dipandang sebelah mata dengan cibiran dan malah terpinggirkan. Aneh tapi nyata dan sangat menyedihkan. Justru pelaku dosa besar itu yang dianggap lumrah dan biasa. Semoga Allah, Tuhan yang maha esa tidak menurunkan azab dan murka karena sikap-sikap mereka yang mewajarkan perilaku KKN itu.

Bidang ekonomi. Memang selalu digembar-gemborkan bahwa ada pertumbuhan ekonomi. Segala teori dikeluarkan oleh pihak-pihak berwenang yang menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi yang bagus. Kenyataan di lapangan dapat kita lihat sendiri dimana pengangguran luar biasa besarnya, sehingga bagi sebagian kalangan menjadi TKI level rendah menjadi sebuah pilihan keterpaksaan. Harga bahan pokok kian menjulang, yang membuat rakyat banyak yang menderita gizi buruk. Pelayanan kesehatan yang luar biasa mahal, membuat sebagian masyarakat terpaksa menderita penyakit tanpa penanganan medis sama sekali.

Infrastruktur. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa sebagian besar jalan-jalan di republik ini lebih pantas disebut sebagai kubangan kerbau. Pasti banyak dari kita yang merasakan bahwa jalan raya di sekitar kita yang dulu tidak pernah rusak parah, tetapi keadaannya sekarang jadi hancur berantakan bak kolam ikan di tengah jalan. Silahkan anda perhatikan.... :). Kalangan yang semestinya bertanggung-jawab atas kerusakan parah ini berlomba berkelit dengan menyalahkan muatan, faktor alam dan teori-teori lainnya yang menyesatkan. Semua tahu kalau penyelenggaraan pembangunan infrastruktur di negeri ini sangat menyedihkan dengan kualitas hasil yang sangat memalukan karena perilaku korup pihak yang mestinya mengemban amanah pembangunan itu. Bagaimana infrastruktur akan baik jika anggaran yang ada banyak disunat untuk pemenuhan nafsu serakah akan kekayaan ? Ada mutu ada harga. Kalau harga sudah murah (karena dikorupsi), bagaimana kita bisa menghasilkan suatu konstruksi yang bermutu baik sesuai dengan standar nasional apalagi internasional ?
Bangunan sekolah untuk anak-anak kita banyak yang kondisinya menyedihkan sekaligus membahayakan. Meski konstitusi telah mengamanatkan 20% APBN/APBD adalah untuk sektor pendidikan. Kemanakah anggaran itu melayang-layang ??? hehehe....
Transportasi yang dari 20 tahun lalu perkembangannya jauh dari menggembirakan. Tidak pernah ada suatu perencanaan dan pelaksanaan sistem transportasi terintegrasi di republik ini. Meski begitu banyak pakar dan praktisi di bidang ini yang mumpuni. Di level pengambil kebijakan kehadiran dan ide-ide atas dasar kajian ilmiah yang dilontarkan oleh mereka bagai tiada arti. Bagai hujan menghapus jejak di tanah yang becek. Semua tiada arti, hilang tak berbekas.
Tidakkah para "manajer" negeri ini malu dengan keadaan infrastruktur kita dibanding dengan negara-negara tetangga terdekat. Tidakkah mereka juga mendengar hinaan dan cercaan "orang-orang luar" karena kondisi negeri kaya yang infrastrukturnya sangat memprihatinkan ini ?
Di luar itu semua, segala kerusakan dan ketidakberesan sistem transportasi berikut infrastruktur pendukungnya menjadikan ekonomi kita biaya tinggi, yang imbasnya adalah harga segala macam barang konsumsi menjadi jauh lebih mahal karena ongkos trasportasi yang membengkak ? Tolong Pak, jika belum bisa membereskan hal lain, minimal hancurkan dulu sistem dan manusia-manusia korup yang bertanggung-jawab pada penyelenggaraan infrastruktur negara, terutama jalan raya. Kita punya teknologi dan sumber daya manusia untuk membuat jalan kelas dunia. Yang tidak kita miliki adalah moral, ya, moral untuk nggak malingin uang rakyat dengan tidak memotong dana pembangunannya (nyetor). Kalau itu bisa dilaksanakan oleh penyelenggara negara, terutama pemimpinnya, dijamin jalan hotmix yang mestinya punya usia 10 tahun tidak akam menjadi 6 bulan seperti yang sekarang kita rasakan. Mau ???

Bidang Hukum. Terlalu banyak untuk disebutkan, negara ini belum mampu menyelenggarakan penegakan hukum sebagaimana mestinya. Kasus Gayus, kasus Century, kasus mafia peradilan, mafia hukum, mafia narkoba yang melibatkan aparat penegak hukum, adalah sebagian dari puncak gunung es kebobrokan penegakan hukum negeri ini. Para "engineer" kasus alias perekayasa-perekayasa kasus begitu banyaknya bertebaran di institusi yang semestinya menjadi benteng dan harapan masyarakat, penegak hukum.
Bahkan sehari-hari di jalanan pun dapant dengan sangat mudah kita temukan perilaku berkendara orang-orang kita yang sangat memprihatinkan bahkan memalukan. Menerobos lampu merah, mengambil jalur berlawanan, dan banyak lagi pelanggaran yang nyata-nyata merupakan muara dari penegakan hukum di jalan yang lemah, bahkan hampir tidak ada.
Sekali lagi, uang menjadi panglima. Bagi anda yang memiliki uang (yang sangat banyak tentunya), "keadilan" ada di tangan anda. Tapi jika tidak, bersiaplah untuk menjadi penghuni hotel prodeo dengan masa waktu yang jauh lebih lama daripada maling-maling uang negara, perampok uang rakyat alias koruptor-koruptor yang (mestinya tidak) terhormat itu. Inilah ironi dari negara hukum seperti Indonesia.

Sosial Budaya. Sungguh dapat kita rasakan saat ini sangat dengan mudah kita temukan bahwa interaksi sosial di antara warga masyarakat kita kian menurun, dimana banyak sekali kasus mengemuka yang menunjukkan bahwa toleransi semakin menipis. Konflik horizontal semakin sering terjadi, bahkan terkadang diakibatkan oleh hal-hal sepele yang (dulu) semestinya bisa diselesaikan dengan cara damai.
Kepedulian sosial juga semakin berkurang karena budaya hedonis yang justru dipertontonkan oleh para pejabat baik di level eksekutif maupun legislatif. Mereka yang saat ini terjebak dalam budaya "pejabat salon", bukan sebagai pengabdi kepentingan negara dan bangsa Indonesia. Ini lebih dari cukup untuk "mengajarkan" masyarakat banyak untuk hidup anti sosial, tidak peduli terhadap keadaan orang lain. Jauh dari budaya luhur bangsa ini yang mengutamakan gotong-royong dan kepedulian sosial. Masing-masing sibuk mencari "kejayaan" dengan segala cara (karena gaji sebenarnya amatlah tidak memungkinkan untuk hidup mewah ala bintang 5).

Rakyat Indonesia mesti menyadari bahwa keadaan ini sungguh luar biasa parah. Semua ini akibat manajemen negara yang korup dan jauh dari bersih. Semua pihak harus menyadari bahwa korupsi adalah musuh utama dari kesejahteraan dan kejayaan bangsa. Tidak pernah ada dalam sejarah, suatu bangsa bisa menjadi maju dan besar di atas pilar-pilar manajemen korup. Semoga Top Manajemen negeri ini terbuka dan bertindak gagah berani untuk mengurangi secara signifikan (kalau tidak bisa menghapus) praktik-praktik korup penyelenggara negara di level bawahnya. Agar tujuan berbangsa dan bernegara yang dicita-citakan pendiri dan pahlawan negeri ini yang dulu bahkan rela memberikan jiwa dan raga (apalagi harta) dapat tercapai.
Saya ingat dulu waktu kuliah di FTUI seorang dosen mengatakan kepada saya bahwa engineer itu bicara dengan pena dan angka. Maka untuk lebih menjelaskan uraian dan fakta-fakta di atas akan lebih baik apabila dikemukakan dengan angka-angka.
Oleh karena itu dalam curhat berikutnya akan saya sampaikan fakta-fakta yang tertulis dalam angka -mengapa negeri ini jadi nelangsa-.

Bersambung ke cuhat berikutnya... :)

Semoga Indonesia Jaya
Salam, AAng AdhA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar