Minggu, 05 Juni 2011

CINTA SUDAH LEWAT

Tak terasa hampir seminggu aku menempati kamar kosku di Jalan Kalimantan, Bandung. Kosan ini tak terlalu jauh dari tempatku mengikuti bimbingan belajar untuk menghadapi UMPTN yang akan digelar sekitar sebulan lagi. Aku memang harus bersiap-siap, walaupun terkadang sempat terselip perasaan pesimis untuk bisa lolos dari saringan ujian itu. Aku membayangkan perguruan tinggi teknologi paling bergengsi di Indonesia ini akan kebanjiran peminat dari seluruh pelosok. ITB memang salah satu institusi teknik paling favorit di negeri ini. Tapi aku tetap harus berusaha.  Bukankah takdir Allah ada di ujung usaha setiap manusia, itu yang dikatakan guru agama di SMA SATU  Serang-Banten dulu yang masih jelas aku ingat.

Ada lima kamar di tempat kos yang bagus -setidaknya menurutku- ini. Kamar no. 1 ditempati oleh seseorang yang telah bekerja. Ia jarang sekali keluar dari kamar untuk sekedar berbincang-bincang dengan aku dan juga penghuni lainnya. Kamar no. 2 sedang ditinggal penghuninya karena ada tugas panjang di luar kota. Kamar no. 3 ditinggali oleh seorang teman baru bernama Rudi. Orangnya sangat polos dan lugu. Ia juga sedang mengikuti  bimbingan belajar di tempat yang sama denganku,  berasal dari Cianjur dan berkeinginan untuk bisa menembus fakultas kedokteran UNPAD.

Kamar no. 4 aku yang menempati. Kamar ini cukup luas dan bagiku sungguh nyaman, walaupun tanpa AC. Bandung gitu loch..... Sedangkan 1 kamar terakhir masih kosong, belum ada penghuninya. Mungkin tak lama lagi pasti ada yang menempati, begitu pikirku.

Aku memiliki teman akrab yang bernama Hitler sejak masa SMA dulu. Ya, benar sekali, namanya memang mirip dengan tokoh kejam dari Jerman itu. Tapi orangnya sangatlah baik hati, berlawanan dengan sifat sosok dari tanah Bavaria yang namanya jadi inspirasi orang tuanya itu. Ia sejak kelas 2 SMA pindah ke Bandung, yang ternyata rumahnya tak jauh dari tempat kosku ini. Hampir setiap hari ia mampir ke kosanku, sekedar ngobrol atau jalan-jalan saja. Ia selalu membawa motor bebek tuanya yang antik. Tua namun keren.....

Tempat kos dan lingkungan yang nyaman.....

:: PENGHUNI BARU

Hari Minggu ini aku ingin bermalas-malasan dan hanya ingin mendengarkan lagu-lagu kesayangan dari tape Polytron yang aku bawa dari rumah. Inilah satu-satunya hiburan bagiku di kosan ini. Meskipun rumah pemiliknya ada di depan deretan kos ini aku terlalu sungkan untuk ikut menonton tivi. Aku merasa tidak enak saja, meskipun sudah sering diajak sang empunya.

Jam wekerku belum lagi menunjukkan pukul 7 pagi, ketika ada suara-suara berisik dari kamar sebelah. Suara-suara orang yang sedang beraktifitas. Kuintip sebentar, ternyata benar ada beberapa orang yang sedang mengangkut tas, buku-buku dan peralatan lainnya.  Kulihat ada bapak dan ibu setengah baya serta seorang anak kecil yang sibuk sambil bercakap-cakap dengan seseorang yang tidak sempat aku lihat. Dari suaranya aku tahu itu seorang gadis.

Ada orang baru, pikirku...

Aku terus saja dengan keasyikanku mendengarkan lagu-lagu dari kaset di tape-ku sambil membaca majalah yang kemarin aku beli. Aku memang suka membaca majalah Jakarta-Jakarta ini. Hingga tak terasa aku tertidur sejenak dan terbangun ketika waktu menunjukkan pukul 9 kurang sedikit. Suara-suara yang tadi agak ramai di sebelah kamarku pun kini telah tiada, pertanda mereka yang tadi ada di sana sudah pergi. Aku bergegas untuk keluar, mandi. Kamar mandi kos ini memang bukan di dalam kamar, tapi ada di pojok, di samping kamar no. 5.

Aku keluar dari kamar dan menemukan seorang gadis sedang menyapu di depan kamar no 5. Dialah  penghuni baru itu. Aku berjalan ke kamar mandi melewatinya. Dia sejenak melihatku, aku tersenyum, tapi... dia diam saja..... tak menghiraukanku, sambil terus menyapu. Hmmm, sombong sekali anak ini, dalam hatiku.....

Sungguh, aku merasa agak tersinggung dan terhina dengan sikapnya itu.......

Sudah beberapa hari ini aku belum sempat berkenalan dengan gadis cantik yang mengisi kamar  sebelahku ini. Aku pikir mungkin memang ia seorang gadis yang sombong karena berasal dari keluarga kaya. Aku bisa tahu sejak pertama ia datang ke kos ini dengan di antar kedua orang tuanya mengendarai Mercedes Benz tipe terbaru.

Persis denganku, ia sedang mengikuti bimbingan belajar di tempat yang sama juga denganku, tapi tidak satu kelas. Kami semua belajar di bimbel IPIEMS, di Jalan Jawa.

:: SAAT PERKENALAN

Saat orang tuanya datang lagi seperti sekarang ini, aku hanya bisa tersenyum pada mereka tanpa  berkata-kata karena takut mengganggu, pikirku. Maklum, orang kaya.

"Nak, kos di sini juga ya?" ibu yang ternyata ramah dan baik itu menyapaku.
"Eh, benar Bu. Aku kos di sini juga. Ini kamarku," aku menjawab sambil menunjuk ke kamarku.
Aku memang sedang duduk di pagar pembatas di depan kamar yang biasa digunakan juga untuk sekedar bersantai.
"Kamu asalnya dari mana, Nak?" tanya ibu itu lagi.
"Aku tinggal di Serang, tapi suku asalku dari Lampung," jawabku, yang ternyata membuat ibu itu sedikit terkejut. Rupanya mereka berasal dari daerah yang sama denganku: Lampung.
"Lampungnya di mana?" tanya ibu itu lagi.
"Gunung Sugih," jawabku pendek saja dan menyangka dia tak akan tahu daerah itu, sebab aku kira mereka merasal dari Bandar Lampung, kota terbesar di Lampung.
"Kamu ini anak siapa?" lanjutnya lagi yang membuatku agak sedikt heran.
Setelah menyebutkan nama orang tuaku,  ibu itu setengah berteriak memanggil suami dan anak gadisnya. "Papa, Dewi, ke sini sebentar... Ini ada yang dari Lampung juga!"
Aku baru tahu saat ini bahwa nama gadis itu adalah Dewi.

Aku lantas berkenalan dan berbincang-bincang sejenak dengan mereka bertiga dengan diselingi bahasa Lampung dari sang ibu. Aku mengerti, meskipun tak lancar bila harus berbicara.
"Niku ino pagun sekelik, jadi tulung ditinuk-tinuk adikmu sai ijo," ('kamu ini masih saudara, jadi tolong diperhatikan adikmu yang satu ini.') kata ibu itu sambil melirik Dewi, anak gadisnya.
Aku hanya tersenyum dan mengangguk...

Ibu dan ayah Dewi ternyata tahu dengan ayahku, makanya mereka berkata seperti itu padaku. Tapi aku tahu hubungan saudara -kalaupun ada- tidaklah dekat, sebab aku tidak mengenal mereka, seperti dengan saudara-saudaraku yang lain di Lampung. Ayahku memang sering mengajak kami -anak-anaknya- mengunjungi saudara-saudara dekat kala liburan di Lampung.

Sejak saat itu Dewi tidak lagi terlalu sombong padaku. Aku katakan tidak terlalu, karena masih ada sikap-sikapnya yang  menunjukkan kesombongan. Tapi sudah lebih baik dari semula,  lumayan...

:: MATEMATIKA INI MERUBAHNYA

Pada suatu malam, tiba-tiba pintu kamarku diketuk seseorang. Aku buka, ternyata Dewi dengan buku matematika dan kertas-kertas yang aku tak tahu apa itu. Sungguh aku terkejut, namun senang sekali -meskipun sempat terbersit sikapnya yang menyinggungku tempo hari- gadis cantik ini mau mengetuk kamar dan menanyakan sesuatu kepadaku, walaupun aku tahu itu karena terpaksa (ada PR dari guru di Bimbelnya).
"Bisa tolong aku mengerjakan tugas, tidak?" tanyanya dengan raut muka yang datar saja.

"Aku coba ya?" jawabku sambil mempersilahkan dia untuk masuk kamarku dan duduk. Pintu dan jendela aku biarkan terbuka. Khawatir ada yang mengira kami berbuat macam-macam..... Aku mulai melihat-lihat dan mempelajari kertas-kertas soal yang dibawanya.

Satu per satu aku kerjakan soal matematika ngejelimet yang ada di kertas ini, sambil duduk di lantai. Dewi pun duduk di hadapanku Sulit, tapi aku berusaha untuk memecahkannya. Gengsi dengan yang bertanya donk, hehehe..........

Sambil mengerjakan soal, akupun menjelaskan langkah-langkah pengerjaannya kepada Dewi, dengan pandanganku hanya tertuju di kertas yang sedang aku corat-coret ini. Lama tak ada respon darinya aku pun mengangkat kepalaku yang menunduk. Kulihat dia cuma tersenyum, manis sekali. Aku jadi salah tingkah melihat dia yang terus memandangku sambil tersenyum. Tangannya ia tumpangkan di dagunya yang indah itu. Aku benar-benar hilang konsentrasi karenanya.....

"Hei, mengerti tidak?" tanyaku berusaha membuang rasa grogiku. Oh My God, dia terus saja tersenyum dan menatapku lekat-lekat tanpa menjawab pertanyaanku, membuat jantungku serasa dihujani oleh puluhan rudal patriot. Ah, anak ini membuatku gugup saja 'umpatku' dalam hati.

"Kamu pintar sekali sih Dha," akhirnya Dewi bicara.
Mendengar ucapannya hatiku sangat berbunga-bunga dan bahagia. Bayangkan seorang gadis sombong yang cantik jelita memuji anda... Padahal aku bukannya pintar, tapi kebetulan saja soal-soal yang  disodorkannya tadi telah aku pelajari materinya beberapa hari yang lalu.

Sejak saat itu Dewi berubah jauh lebih baik padaku.....

:: BAK ROMAN PICISAN

Setelah peristiwa itu, Dewi selalu mengajakku untuk pergi ke tempat Bimbel bersama. Pulang pun begitu.  Dewi lebih memilih menungguku jika ia pulang terlebih dahulu, meski untuk itu dia mesti menunggu hingga 2 jam bahkan lebih. Padahal jika aku duluan yang selesai jam pelajarannya, aku akan langsung  pulang tanpa menunggunya. Tapi -ajaibnya- Dewi tak pernah protes kepadaku. Paling hanya sekedar  bertanya saja, tadi kemana. Hilang sudah sombong dan gengsinya di hadapanku yang tempo hari pernah ada...

Terkadang di tengah kerumunan orang ramai setelah Bimbel selesai Dewi tak segan-segan berteriak memanggil-manggil namaku -yang tak melihatnya-, yang membuat semua orang memperhatikannya, juga aku yang dipanggil, dengan raut wajah yang terlihat ceria, tak pedulikan orang-orang di sekitarnya Saat seperti itu jujur membuatku merasa bangga dan senang hati tak terperi. Bayangkan anda menjadi "fans" seorang gadis cantik yang menjadi idola di tempaku belajar ini... Ya, Dewi telah menjadi idola nomor satu para siswa di sini, yang jumlahnya mencapai ratusan orang... Dia tak mempedulikan laki-laki lain yang berusaha mendekatinya, atau mengajaknya sekedar berkenalan dan bicara.

Dewi memang tetap terlihat sombong, sama seperti pada saat pertama kali jumpa denganku waktu itu. Aku jadi terbiasa dengan pandangan tak suka cowok-cowok kaya bermobil itu yang berusaha mendekati  tapi tetap diacuhkan oleh seorang 'dewi' yang bernama Dewi. Mungkin mereka cemburu kepadaku yang tetap terlihat cool, saat Dewi menarik tanganku karena ingin cepat-cepat keluar dari halaman IPIEMS untuk membeli jus alpukat kegemarannya di seberang jalan sana.

Aku juga sering bersikap berlebihan dan bahkan mungkin membuatnya sedih, seperti saat Nia mengajakku ikut naik di mobilnya karena Bimbel kami sedang memberikan pengarahan dan konseling akbar di salah satu gedung di daerah Pajajaran, Dewi kutinggalkan begitu saja dengan pandangan sebal ke arahku. Dia pun berangkat dengan teman-temannya yang lain tanpa aku, naik angkot. Tapi seperti biasa, dia seakan tak mempermasalahkan itu lagi ketika tiba di kosan kembali. 
Sabar juga anak ini, pikirku.....

Hampir setiap malam di kos kami belajar bersama. Tak jarang hingga larut malam -bahkan hingga pukul 3 dini hari- dia masih berada di dalam kamarku, untuk sekedar berbincang-bincang apa saja, setelah acara belajar bersama selesai. Ini terkadang membuat pemilik kos mendatangi kami dan mengingatkan supaya tidak berdua saja di dalam kamar, meski pintu dan jendelanya sengaja kubiarkan terbuka lebar. Kami berdua cuma tersenyum dan berkata bahwa ia tak perlu khawatir, sebab kami bersaudara dan hanya belajar bersama. Padahal kami sendiri tak tahu saudara dari mana. Mungkin hanya karena sama-sama berasal dari Lampung saja...

Aku tahu, Dewi telah suka padaku. Meskipun ia tidak mengutarakannya tapi aku sangat yakin dengan hal itu. Aku bisa melihat dari tatapan matanya. Kata orang, mata adalah jendela hati.....
Sering saat kami tengah bicara dan duduk berdampingan, kepalanya ia sandarkan di pundakku yang -jujur- membuatku panas dingin tak karuan. Aku juga manusia, normal pula.....  

Suatu ketika saat menyandarkan kepalanya di bahu ia bertanya padaku, "Dha, kamu sudah punya pacar belum?"
"Belum," jawabku singkat sambil terus membaca buku Biologi yang sedang kupelajari. Aku  memang selalu cuek saja bila berada di dekatnya.

Malam minggu kemarin, aku terpaksa meminjam motor tua milik temanku, Hitler, untuk memenuhi ajakannya (tepatnya paksaan) untuk berjalan-jalan. Aku pun membonceng dan membawanya berkeliling di tengah kota Bandung, menikmati dinginnya malam di seputaran Taman Maluku yang dipenuhi oleh waria-waria yang marah dan berusaha melempar Dewi -entah dengan batu atau benda yang lain-.

Aku baru tahu kalau para waria itu benci melihat laki-laki membonceng seorang perempuan. Kupaksakan gas motor untuk menghindari lemparan itu, diiringi teriakan kecil gadis cantik berambut panjang yang ketakutan dan memeluk pinggangku erat-erat. Hehehe..... Sorry Wi.....

Kami juga berhenti sejenak di tepi jalanan kota yang menjual berbagai macam penganan dan dipenuhi oleh muda-mudi yang menghabiskan malam minggunya. Dago nama daerah ini. Di sini pun kehadiran seorang Dewi terasa sangat menarik perhatian khalayak. Tua-muda, laki-perempuan, pasti menyempatkan diri sejenak memandang wajah Dewi yang memang bak "dewi". Cantik, imut, mulus dan putih nian serta modis... Seperti biasa, Dewi cuma melengos tak peduli dan cuek bebek dengan tampang sombongnya di hadapan orang-orang itu...
Tapi berhadapan denganku, sirna segala kesombongan dan ketidakpeduliannya itu.

Aku tahu, Dewi terlanjur jatuh cinta.........

Walaupun begitu, aku tetap bersikap biasa-biasa saja di depannya, entah mungkin karena sikap sombongnya saat pertama kali kami berjumpa, atau karena ia anak orang berada, atau karena ia terlalu cantik dan manja.
Aku tak tahu mengapa.....

Selama ini pula aku tak pernah masuk dan berbincang-bincang di dalam kamar Dewi. Selalu Dewi yang mendatangi kamar kosku.

Bahkan kerap kali karena kantuk yang tak tertahankan ia tertidur di kamarku sambil mendengar lantunan Slank... Maafkan..., dari tape-ku sementara aku terus duduk di meja belajar  menekuni bahan-bahan UMPTN yang makin membuatku ngeri saja. Sebentar lagi hari H itu tiba...
Beberapa saat kupandangi wajah cantiknya yang terlelap di tempat tidurku. Kadang aku ingin sekali membelai rambutnya kala ia tertidur seperti ini. Tapi tak pernah kulakukan... Dari lubuk hati aku mengakui... Aku sebenarnya cinta.....

Kalau sudah begitu, aku yang mengalah dan menumpang  tidur di kamar Rudi, teman sebelah kamarku, dan membiarkan gadis cantik itu tertidur sampai pagi. Ia baru aku bangunkan saat shalat subuh telah tiba.....

:: TINGGAL KENANGAN

Ketukan pintu dari sebelah kamar mengejutkanku dari lamunan tentang sebuah episode kisah dalam hidupku  3 bulan yang lalu, saat aku masih belum menjadi mahasiswa ITB  seperti sekarang ini. Masa-masa saat masih harap-harap cemas dalam menyongsong UMPTN. Selama masa bimbingan belajar itu sempat terselip sebuah cerita dalam hidupku yang tak akan lekang  oleh waktu.

Masih terpatri di memoriku saat aku berkemas-kemas hendak keluar dari kamar kos ketika  menyadari bahwa aku tak memiliki  informasi apapun tentang Dewi. Waktu kos telah habis, dan UMPTN telah berlalu. Aku segera pergi dari kosan itu dan pulang kembali ke rumahku di Serang. Saat aku pergi, aku tak sempat berpamitan padanya karena ia tengah pulang sebentar ke Lampung karena suatu keperluan.

Ketika aku kembali kesana 5 hari kemudian, Dewi sudah tidak di sana lagi. Ia telah kembali ke rumahnya. Pemilik kos yang  kutanya juga tidak mengetahui alamatnya. Dia hanya menyampaikan 'salam sayang' yang dititipkan Dewi untukku...
Sedih hatiku saat itu.....

Aku pandangi foto cantik Dewi, berpose manja yang ia berikan saat memaksaku bermalam mingguan di BIP (Bandung Indah Plaza). Gambar yang kini terlalu sering membuatku merasa menyesal telah menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan oleh yang Kuasa bagiku untuk lebih jauh mengenal dia dan keluarganya. Bahkan aku tak tahu -karena tak pernah bertanya- alamat rumah, atau nomor teleponnya. Sepertinya aku tak akan pernah tahu.........

Sungguh, aku sangat menyesal, meski semuanya sudah tiada arti lagi...
Penyesalan memang selalu datang terlambat.....
Aku cuma bisa memandangi fotonya sambil bertanya dalam hati, 'dimanakah kini engkau gerangan?'
Dan kini hariku hanya ditemani lagu kesayangan Dewi.....  Slank... Maafkan.........

*Gunung Sugih, 4 Juni 2011: Untuk yang pernah mewarnai perjalanan hidup.....
(Based on true story)

(Mohon maaf apabila ada kesamaan nama atau tempat).........

Wassalam,
AAngAdhA

6 komentar:

  1. mantab cerpennya,..cz bisa memasukkan unsur2 daerah kita...^_^

    BalasHapus
  2. Yeye: Yup, terimakasih... Walaupun lama di rantau, tapi tetep masih ingat "kandang" kok, hehehe...........

    BalasHapus
  3. Kesempatan emas dlm hidup jgn disiakan sgr raih krn mungkin hanya sekali dlm hidup

    BalasHapus
  4. Anonim: Terima kasih supportnya.. Itu sudah lama berlalu kok, hehehe.......

    BalasHapus