Selasa, 24 Mei 2011

BILA WAKTU TELAH BERAKHIR: Kisah Sebuah Jaket Kuning


Perlahan aku kemudikan si merah -sebutan untuk mobilku- di jalan kecil di sisi situ kampus UI  Depok. Di ujung jalan yang menghadap matahari petang ini kuparkirkan ia. Sejenak aku terdiam,  dengan pikiran yang tiada gairah. Kumatikan kunci kontak, kubuka pintu dan turun. Sejenak aku melemparkan pandangan ke sekelilingku, kupandang langit senja yang mulai dipenuhi mega, lantas berjalan menuju tepian situ yang dipenuhi air. Mungkin karena hujan yang rajin menyirami tanah di  musim ini. Sepi sekali sore ini, mungkin karena mendung yang kerap hadir bergelayut di langit tiap  menjelang petang seperti saat ini.

Ya, tempat ini biasanya ramai dengan orang-orang yang sekedar mampir melepas penat merasakan udara  yang lumayan segar dan menikmati pemandangan indah situ yang dikelilingi dengan bangunan-bangunan  di sekitarnya. Masjid, balairung dan gedung rektorat UI yang berdiri anggun dan megah terlihat jelas  dari tempat aku duduk disini. Benar-benar panorama yang menyejukkan hati bagi siapa saja yang  memandangnya. Pemandangan yang sangat langka, yang sulit untuk didapat di ibukota negara yang  terus dibangun tanpa memperhatikan estetika. Aku memang penikmat pemandangan indah, mungkin oleh sebab itu traveling dan mendaki gunung ada di dalam daftar hobiku...

Kupandangi jaket berwarna kuning yang kupegang sedari tadi. Terasa ada ruang yang hampa yang  menyesakkan di dalam dada ini. Sesuatu yang sangat sulit untuk aku ungkapkan dengan kata-kata.  Aku merasa sendiri dan menyadari bahwa dunia tak akan pernah mengerti apa yang sedang aku rasakan  dan aku alami. Semua "kunikmati"  sendiri.  Tak perlu juga mereka semua tahu, sebab, tak satupun  di antaranya yang sanggup mengembalikan gairah cinta dan rasa yang menggelora di hati ini.

Semua ini tentang seminggu yang lalu... Saat aku merasa matahari masih terasa hangat dan  bersahabat, semilir angin masih berbisik mesra dan alam ini begitu ceria memandangi kami.

Ya, kami ! Kami berdua...

:: Awal Yang Indah

"Hai, Mbak tunggu sebentar... jaketnya ketinggalan nih." Gadis berkerudung hitam itu menghentikan langkah kakinya dan berbalik menatapku. 
"Masya Allah cantiknya anak ini," gumamku dalam hati.  
Betul sekali, sepasang mata dan hidung yang indah melengkapi bibir tipisnya yang spontan tersenyum melihatku lari tergopoh-gopoh sambil membawakan jaket almamater yang tak sengaja ia jatuhkan di masjid kampus tadi. Untung aku kebetulan baru akan keluar selepas menunaikan shalat ashar sore ini, sehingga sempat melihat dan memungutnya.

"Wah, terima kasih Kak sudah merepotkan," ujarnya agak tersipu sambil menerima 'jaket kuning' yang aku berikan. "Tidak terasa aku menjatuhkannya tadi," lanjutnya.
"Mungkin karena bawaan Mbak  sudah terlalu banyak ya?" tanyaku sambil berusaha keras untuk tetap terlihat tenang dan tidak gugup  melihat pesona kecantikannya. Sungguh baru kali ini aku menemukan 'bidadari' seperti dia di kampus  ini. Mungkin aku saja yang kebetulan jarang sekali bertemu dengan mahasiswi-mahasiswi yang cantik  (yang jumlahnya pasti banyak sekali di kampus ini) atau karena  memang belum 'hoki', hehehe....  Apalagi di fakultasku yang mayoritas dihuni pejantan tangguh alias laki-laki, kecuali jurusan  Arsitektur yang lebih banyak dipadati oleh kaum hawa.

"Iya nih, kebetulan tadi ada kuis di kelas, terus sore ini ada diskusi dengan kelompok kecil  pengajianku di masjid, makanya bawaanku jadi banyak begini," ujarnya mendengar kata-kataku tadi.
"Mana teman-temanmu yang lain?" tanyaku sok tahu (padahal yang penting asal bertanya saja, supaya  ada bahan pembicaraan).
"Mereka masih di dalam Kak, sekedar ngobrol-ngobrol ringan saja setelah diskusi kami selesai tadi," jawabnya lagi.
Aku pun manggut-manggut sambil berpikir keras untuk bertanya  apa lagi pada gadis ini. 

"Buru-buru ya? Memangnya mau kemana sih kalau boleh tahu?" aku menemukan pertanyaan. 
"Aku ada janji dengan teman sore ini Kak, biasalah mengerjakan tugas kelompok yang  diberikan dosen. Besok sudah harus dikumpulkan. Lagipula setiap sore kan biasanya mendung dan turun  hujan."  
Akupun mengiyakan sambil memandang langit yang dipenuhi awan kelabu. 
Pembicaraan kami  pun mulai mencair, lancar dan semakin hangat.

Kami terus berjalan perlahan menuju akses kampus yang menuju Gunadarma yang tak jauh dari masjid sambil berbincang-bincang panjang lebar dan sesekali diselingi dengan tawa tertahan  dari bibirnya. Kulihat dari pancaran matanya kala sejenak memandangku. Ada rasa percaya disana dan sepertinya ia nyaman dengan percakapan kami berdua. Tutur katanya pun tak bisa menyembunyikan  perasaan hatinya.  

Bukan, aku bukan tipe pemuda yang gampang kege-eran..... Aku bisa merasakannya  dalam hati. Pemilik postur tinggi (apalagi untuk ukuran seorang perempuan) -hampir setinggi aku-  dan langsing itu agaknya mulai merasa nyaman berada di sampingku.
Jangan ditanya apa yang aku rasakan  dalam hati saat ini.
Sumpah! Aku merasa telah jatuh cinta pada gadis ini. Secepat itukah???
Hehehe.....

Aku laki-laki normal yang sangat suka dengan  keindahan, apalagi keindahan ragawi itu  dilengkapi dengan inner beauty yang tercermin dari gaya bicara dan bahasa tubuhnya yang anggun  mempesona. Ah, hatiku sungguh berbunga-bunga bercampur dengan grogi yang -setengah mati- aku  tutupi di hadapannya.
Di langit, mega yang mendung makin menghitam...

Hujan akan segera turun...

:: Langit Tujuh Bidadari

"O ya, dari tadi mengobrol kita belum kenalan kan? Boleh tahu namanya siapa?" tanyaku sambil  menghentikan langkah dan mengulurkan tanganku padanya.
Ia pun menghentikan langkahnya,  merapatkan dua tangannya di depan dada tanpa menyentuh tanganku sembari menjawab,
"Namaku Fitri.  Kakak?" lanjutnya lagi.
"Namaku Adha." jawabku singkat. Terlihat dia tersenyum kecil.
"Wah, nama  kita sama ya?" ujarnya.
"Sama bagaimana?" sambutku berlagak pilon.
"Sama-sama nama hari raya,"  celotehnya lagi.
Aku pun mengangguk-angguk (padahal aku sudah menyadari sejak pertama ia  menyebutkan namanya) sambil terus memandang parasnya yang sungguh membuatku terlena. Benar-benar  terpesona aku dibuatnya.

"Kamu anak baru ya?" tanyaku penuh selidik, tanpa menanyakan fakultasnya sebab aku bisa tahu dari warna badge makara yang ada di bagian depan jaket almamaternya.
"Bukan kok, aku semester 3. Kalau  Kakak fakultas apa dan sekarang semester berapa?" Fitri balik bertanya.
"Aku di Teknik Sipil, sudah  semester 7 nih," jawabku pendek saja.
"Wah sebentar lagi selesai donk," ujarnya lagi.
"Hmm,  doakan saja ya?" kataku pelan sambil mengingat masih banyak mata kuliah yang belum aku selesaikan.
"Amin, insya Allah pasti Fit doakan kakak supaya cepat rampung deh," ujarnya sambil menengadahkan  kedua tangannya.
Akupun tersenyum melihat tingkahnya yang lucu itu.

Aku memberanikan diri untuk mengajaknya sejenak berjalan di tepian situ yang sore ini tertutup  mendung yang semakin pekat. Thanks God, dia tidak menolak ajakanku dan kamipun makin larut dalam perbincangan. Aku jadi tahu bahwa ia anak tertua dari 3 bersaudara, alamat rumah yang ternyata kompleksnya juga tidak terlalu jauh dari tempat aku tinggal dan lain sebagainya. Begitu juga dia mulai sedikit tahu tentangku dan keluargaku yang tinggal di Serang-Banten. Sungguh sebuah awal  yang bagus bagiku untuk memulai suatu hubungan yang belum pernah aku rasakan (lagi).  Berbunga-bunga sekali hatiku saat ini. Aku rasa hal yang sama dialami juga oleh 'bidadari' bernama  Fitri yang berdiri di sampingku ini. Untuk tahap permulaan, cukuplah kita saling mengerti  dalam hati saja.

What a wonderful world...

:: Gerimis Mengundang


Gerimis halus mulai turun meskipun tidak begitu terasa. Hanya tamparan dingin di muka saja yang memberikan tanda kehadirannya. Fitri pun lantas bergegas pamit untuk meneruskan langkahnya menuju rumah temannya di seberang rel kereta. Ada sesuatu yang aneh menurutku, sebab ia menitipkan jaket kuningnya padaku.
"Kak Adha, aku pamit dulu mau ke tempat temanku ya? Sudah mulai mau  turun hujan nih tampaknya. O ya, Kak, aku titip jaketku boleh kan? Besok sore Kakak bisa antar  kesini lagi atau ke fakultasku juga boleh," harapnya.
Akupun mengangguk, menerima jaket dan  sejenak memandang wajah mulus nan putih itu yang tertunduk malu. Aku sebenarnya berat hati melepasnya  pergi melanjutkan perjalanannya. Ada sepercik perasaan yang begitu kuat menggores di dada. Entah  apa, atau mengapa... Aku tak tahu.....

Setelah bertukar nomor hand phone dan mengucapkan salam, Fitri pun segera berlalu dengan langkah yang agak terburu. Gerimis lebih terasa pertanda hujan akan segera tiba. Aku masih memandangnya yang berjalan makin menjauh setengah berlari, dengan perasaan gundah. Ah, mungkinkah ini pertanda aku benar-benar telah jatuh cinta? Tak tahu juga.........

Akupun segera berbalik arah dan berlari menuju si merah, mobilku yang terparkir tepat di depan  masjid UI, sambil memeluk erat jaket kuning milik Fitri agar tidak basah oleh air hujan.  Samar-samar kudengar suara kereta yang makin bergemuruh pertanda makin mendekat. Isyarat  tanda/klakson kereta berulang-ulang dibunyikan di bawah guyuran hujan yang menderas membasahi  bumi sore hari ini.

Tepat sebelum aku masuk ke dalam mobil yang telah terbuka pintunya, aku  mendengar suara teriakan massa, jeritan orang-orang dari arah seberang rel sana yang kemudian  berlarian menuju satu tempat.

Sesuatu telah terjadi.....

:: Tentang Rasa

"Nak, jaketnya jatuh tuh," suara serak seorang bapak tua tenaga kebersihan lingkungan sekitar situ itu membuyarkan lamunanku yang terduduk, menunduk. Jaket itu telah berada 2 meter dariku tertiup angin yang cukup kencang dan mulai membawa titik hujan. 
"Ya, terima kasih Pak," jawabku tanpa menoleh ke arahnya.

Ku usap air mataku yang ternyata mulai membasahi pipi. Aku  berdiri, berjalan dan mengambil jaket kuning yang tertiup angin. Kubuka untuk yang kesekian  kalinya, dan kubaca, tertera tulisan pena disana "Nurul Fitri FEUI". 

Air mataku makin deras jatuh  tak tertahankan kala mengenang pertemuanku dengan Fitri -untuk yang pertama sekaligus yang terakhir kalinya- seperti saat ini. Ya, Fitri telah 'pulang' ke pangkuan Ilahi dalam kecelakaan terserempet  kereta, senja kala gerimis datang seminggu yang lalu. 
 
Innalillahi wa inna ilaihi raajiuun!

Biarlah jaket kuning ini kujadikan 'monumen' kehadiranmu di sisi terdalam ruang hatiku. Akan aku jaga dan aku rawat selamanya. Nurul Fitri, 'bidadari'ku, semoga engkau beristirahat dalam damai. Doaku tulus menyertaimu. Tak akan pernah kulupakan dirimu  hingga waktu mengalahkan aku. Hingga waktu telah berakhir untukku. Kan kuukir nama indahmu dalam  pusara hatiku. Kelak di alam sana Allah SWT akan mempertemukan kita kembali, amin yra...

Kulangkahkan kaki menuju mobilku, untuk segera pergi ke rumah duka yang malam nanti akan mengadakan Yasinan dan doa 7 hari kepergian Fitri. Aku berkendara dalam derasnya hujan yang berselimut kabut  dengan rasa pilu yang mendalam, diiringi nyanyian sendu 'Steelheart' dari compact disk mobilku...  She's Gone.....

 (Hai jiwa yang tenang
Kembalilah kamu kepada Tuhanmu
dengan hati puas lagi diridhai
Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku
Maka masuklah ke dalam surga-Ku.)
- QS Al-Fajr: 27-30.


Selamat jalan Fitriku sayang..........

*Gunung Sugih, 20 Mei 2011; Untuk seseorang yang pernah mengisi hati.

(Mohon maaf apabila ada kesamaan nama atau tempat)......

Wassalam,
AAngAdhA

18 komentar:

  1. based on true story, its cool..
    unfortunately... hiks..

    BalasHapus
  2. Tengkyu mamanya ahza n hafy..... :)

    BalasHapus
  3. cool, bs membawa emosi... critanya bikin trenyuh...

    BalasHapus
  4. Terima kasih..... Komennya bisa jadi motivasi untukku berkarya lebih baik lagi... :)

    BalasHapus
  5. Wah, sekalinya mampir di sini kok kisahnya sedih.. Tulisannya bagus dan mengalir, Adha. Teruskan ngeblog ya, jangan kayak gw timbul tenggelam hehehe..

    BalasHapus
  6. Terikasih mpokb atas apresiasinya... Insya allah saya akan terus menulis selama masih diberi kemampuan dari "Atas"...... Ayo, semangat, jangan pernah tenggelam..... :-)

    BalasHapus
  7. duhai... ternyata lo punya romantis juga ya n berbakat... jadi inget si merah lo itu, masih adakah?

    BalasHapus
  8. Antoray, lo gak nyadar ya dulu kalo gw gitu??? hahaha..... Just kidding bro... Ow, si merah sudah sejak lama "almarhum" juga... Itung-itung buang kenangan lama laaah..... :)

    BalasHapus
  9. Nice Story, sangat mengharukan. Salam Kenal ya.

    BalasHapus
  10. CUSA : Terimakasih... Salam kenal juga :)

    BalasHapus
  11. lam kenal bang..
    semoga makin jaya aja blog ny..

    BalasHapus
  12. Terima kasih anonim... Amin... Yang penting bisa bermanfaat buat semua, itu sebenarnya sudah cukup buat saya... Salam kenal n sukses selalu juga buatmu... :)

    BalasHapus
  13. Farida Maya Andara Adha14 September 2011 pukul 23.00

    Very touchy story ayankku,I like it very much yank,keep be creative ya yank...I love YOU honey...;)

    BalasHapus
  14. wah..based on true story y?moga bisa dipertemukan di jannahNya aamiin.. tetep smangat y!!!jgn terkalahkan oleh waktu dan hujan *loh hehehe.. salam kenal..

    BalasHapus
  15. FMAA: Thank YOU honey..... I try my best.. I love YOU too... ;)

    BalasHapus
  16. Midori Lee: Sebagian aja yang true story kok... hehehe..... Salam kenal juga... :)

    BalasHapus
  17. keren alias wawai jeng cerpennya,..ajibbb

    BalasHapus
  18. Yeye: Amin... Semoga bisa menghibur.. Tengkyu berat ya..... :)

    BalasHapus