Senin, 30 Mei 2011

PELURU PELURUH CINTA

Sudah 2 bulan ini aku menjalin hubungan dengan seorang gadis. Heni namanya. Ia bertempat tinggal di Bandar Jaya Lampung Tengah. Sekitar 1 jam perjalanan dari kotaku, Bandar Lampung. Tidak dekat tapi tidak pula terlalu jauh, sedang-sedang sajalah jaraknya.


Kami mungkin harus berterimakasih pada Mark Zuckerberg yang telah menciptakan jejaring sosial Facebook. Betul sekali, karena jasa media inilah kami bisa add friend, saling menulis komentar,  hingga akhirnya kopi darat dan akhirnya berlanjut pada sebuah hubungan yang lebih dari sekedar berteman alias pacaran. Ehm, bagiku Facebook is okay laaah.....


Selama 2 bulan kami berpacaran hingga saat ini aku belum pernah bertemu dengan anggota keluarganya yang lain -karena kesibukan mereka- kecuali ibu dan adiknya yang paling kecil. Heni  tertua dari 5 bersaudara.

Aku hanyalah anak petani biasa yang menjual sawah untuk mengusahakan aku agar bisa sekolah dan berhasil diterima di Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI). Aku bahagia dan senang dengan  profesiku ini, meskipun pangkat dan jabatanku masih tingkat bawah.

Lima tahun sudah aku menjadi Bhayangkara dan ditempatkan di kesatuan Reskrim (Reserse dan  Kriminal). Mungkin dikarenakan posturku yang kebetulan tinggi dan agak kekar aku ditempatkan  disini. Soal kemahiran menembak jangan ditanya. Aku bahkan sering menjuarai  perlombaan menembak yang diadakan institusiku, baik di dalam maupun di luar Lampung.

Kemahiran ini pula yang kadang terpaksa aku gunakan untuk "melumpuhkan" musuh-musuh masyarakat  alias para kriminal. Terkadang terpaksa harus aku tembak mati. Semoga tidak disebut kejam, karena aku hanya menjalankan tugas sebagai pelindung dan pelayan masyarakat. Demi keselamatan  masyarakat banyak, tak jarang harus ada penjahat yang jadi korban. Korban nyawa...

Beberapa teman-temanku telah kukenalkan pada Heni, bahkan ada pula yang suka dan masih mencoba-coba  mendekatinya, tentunya tanpa sepengetahuanku... Heniku memang perempuan yang cantik dan baik. Aku pikir wajar saja jika banyak kumbang tergoda.....

:: Pagi Hari di Toko Emas

Aku baru saja keluar dari sebuah toilet di Pasar Bambu Kuning Bandar Lampung ketika kudengar suara ribut-ribut di toko sebelah yang menjual perhiasan emas. Insting "pemburu"ku pun langsung bekerja. Sepertinya ada percobaan perampokan disana.

Dari jendela kaca kecil yang ada di sudut tempatku berdiri ini kulihat ada 2 orang bersenjata tengah menodongkan pistol dan mengancam pemilik dan penjaga toko emas tersebut. Mereka menggunakan 'kupluk', yaitu penutup kepala dan muka yang hanya menyisakan lubang di mata. Tak bisa aku kenali mereka. Aku hanya berdoa semoga jangan sampai mereka melepaskan tembakan dan membunuh  korbannya terlalu cepat.

Detak jantungku berdegup kencang. Sejenak aku membaca situasi. Telah banyak orang di sekitar yang sudah tahu dan mulai menyingkir karena mereka tahu para penjahat itu menggenggam senjata api.

Aku harus bertindak. Harus cepat dan tepat, semoga tak perlu ada korban jiwa dari pihak manapun. Ya, aku berharap agar penjahat-penjahat itu menyerah saja nanti.  Kukeluarkan pistol dari balik bajuku dan secara tiba-tiba aku bergerak cepat dan masuk ke dalam toko itu.

"Angkat tangan! Jangan bergerak!" teriakku dengan keras dan lantang. Teriakanku sejenak membuat kedua penjahat itu terkejut dan memandang ke arahku. "Buang senjata kalian!" teriakku lagi sambil berharap mereka menuruti perintahku agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan.

Aku melihat salah seorang dari mereka perlahan-lahan mulai menurunkan senjatanya seakan hendak meletakkannya di atas lantai yang terbuat dari granit ini. Tapi secara tiba-tiba mereka dengan cepat mengarahkan moncong pistolnya kepadaku. Melihat gerakan yang tiba-tiba tersebut secara refleks akupun melepaskan tembakan dengan cepat dan terarah kepada kedua orang penjahat tersebut.

Sangat cepat sekali kejadian itu. Kini telah bertambah 2 orang musuh masyarakat yang telah  melayang jiwanya olehku. Aku sejenak terduduk dan terdiam sambil melihat kedua jasad yang telah tertelungkup dan bersimbah darah itu. Dari dalam lubuk hati aku sebenarnya bersedih dan sangat  menyesalkan tindakan mereka memberikan perlawanan dan berusaha menembakku.  Demi masyarakat, aku harus berusaha tegar...

Tak lama kemudian, rekan-rekanku dari kepolisian datang untuk mengamankan lokasi. Akupun segera  keluar dan berlalu tanpa melihat kedua jasad itu lagi.

Aku harus ke kantor untuk memberikan laporan kepada institusiku tentang semua ini.

:: Menenangkan Diri

Siang ini aku sudah berada di kamarku lagi. Ya, aku tak ingin berlama-lama di kantor, di antara teman-temanku yang ingin cerita lebih lanjut dariku. Aku lelah dan terguncang. Ya, tidaklah mudah bagiku untuk "mengambil nyawa" orang lain -walaupun itu penjahat sekalipun-.

Kumatikan hapeku untuk sejenak menenangkan diri dan terlelap. Aku tak ingin saat-saat ini ada yang mengganggu waktuku untuk menyendiri. Bahkan atasanku sekalipun. Aku sudah minta ijin padanya untuk "menghilang" satu dua hari ini. Mereka semua mengerti...

Akupun tertidur beberapa saat...
Di dalam tidur aku bermimpi berburu dan menembak seekor burung yang ternyata tengah mengerami  telurnya. Aku pun sangat menyesal melihat hal itu, hingga menangis dalam mimpi.

Bunyi sirine mobil pengawal yang lewat depan rumah membangunkan aku dari tidur. Kulihat jam, sudah pukul 3. Aku bergegas bangun untuk mandi dan ingin segera pergi ke rumah Heni, kekasihku, untuk sekedar curhat dan melepaskan pikiran dari kejadian pagi tadi.

:: Sore di Bandar Jaya

Dinginnya AC mobilku tak membuat aku urung untuk berkeringat. Selain udara memang panas dan  matahari bersinar dengan sangat teriknya, selama di perjalanan ini ingatanku masih tertuju pada kejadian di toko emas tadi. Semua itu masih terus mengganggu pikiranku.

Aku semestinya tidak mengemudi seorang diri dalam kondisi seperti ini. Namun ingin sekali aku  segera bertemu Heni. Aku butuh dia sebagai penyemangat dan penguat batinku yang tengah merapuh  seperti saat ini. Mobil kukemudikan secara perlahan dan sangat berhati-hati, hingga tiba di tujuan.

Kuparkirkan mobilku di pinggir jalan lintas sumatera di depan gang  menuju rumah Heni.  Rumahnya berada dalam gang yang sebenarnya cukup lebar, tapi aku repot jika harus berputar nanti karena lebarnya yang pas-pasan untuk sebuah mobil.

Sejenak aku terpana...
Dari ujung gang ini aku melihat ada tenda dan tamu-tamu yang banyak berdatangan di rumah Heni.
Ada bendera kuning disana. Pertanda rumah itu sedang berduka.

Seketika ada perasaan yang mengguncang di kalbu, kala mengingat rekanku di kantor tadi berkata bahwa dua orang perampok itu berasal dari Lampung Tengah. Aku pun mengeluarkan hand phone dari saku celana, ternyata OFF dan segera kunyalakan...

Tak berapa lama ada beberapa SMS masuk. Aku lihat di antaranya ada yang berasal dari Heni. Kubuka dan  kubaca tulisan dengan huruf kapital semua itu...

TEGANYA KAMU MEMBUNUH AYAHKU !!!

SMS Heni itu membuat langit di atas kepalaku terasa runtuh dan membuat seluruh tubuhku beku, di tepi jalan, di sisi bendera yang juga berwarna kuning yang tengah kupegang...

*Gunung Sugih, 29 Mei 2011

(Mohon maaf apabila ada kesamaan nama atau tempat)

Wassalam,
AAngAdhA

1 komentar: